Monday, April 2, 2007

KREDIBILITAS SUMBER INFORMASI DALAM ILUSTRASI KASUS ATAU ISU SUNAT PEREMPUAN DI KORAN TEMPO RABU, 11 OKTOBER 2006

PENDAHULUAN

Komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan (Berlo, 1960). Komunikasi dianggap sebagai suatu proses berbagi informasi untuk mencapai saling pengertian atau kebersamaan (Rogers, 1986; Kincaid dan Schramm, 1987). Hybels dan Weaver II (1988) menambahkan bahwa komunikasi itu bukan saja proses orang-orang berbagi informasi, melainkan jug ide (gagasan) dan perasaan. Effendy (2001) menambahkan bahwa komunikasi disini merupakan proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini dan lain sebagainya yang muncul dari benaknya. Sedang perasaan bisa merupakan keyakinan, kepastian, keragu-raguan dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati

Baik Miller (1986), Hovland (Effendy, 2000) maupun Mulyana dan Rakhmat (2001) melihat komunikasi sebagai proses mengubah perilaku seseorang. Dimana kegiatan komunikasi tersebut berupa proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui saluran tertentu dengan efek tertentu (Effendy, 2000; Laswell, 1976)

Pada dasarnya informasi adalah representasi dari apa yang telah dikatakan, dihadirkan atau digambarkan. Dengan informasi setiap orang dapat berkomunikasi. Komunikasi dan informasi merupakan elemen yang tidak bisa dipisahkan karena komunikasi, suatu proses yang dilakukan partisipan untuk bertukar informasi dalam suatu waktu ( Jahi, 1988: 3).

Menurut Iskandar Alisjahbana (1985) terdapat enam pokok proses mengalirnya informasi hingga dapat dijadikan materi komunikasi. Pertama, pengumpulan informasi-informasi atau pengalama-pengalaman. Kedua, penyimpanan informasi. Ketiga, pemprosesan informasi. Keempat, pemilihan dan pengeluaran informasi untuk dipakai kembali. Kelima, penyebarluasan informasi melalui transmisi-transmisi informasi. Keenam, umpan balik atau balikan informasi yang merupakan langkah penting dalam setiap proses pengaturan informasi.

Dalam hal ini penulis ingin mengetahui informasi yang disampaikan komunikator (Lembaga dari suratkabar Koran Tempo) melalui Koran Tempo sebagai saluran (media).

ILUSTRASI DARI INFORMASI KASUS ATAU ISU DALAM KORAN TEMPO

Sebagai ilustrasi dari informasi yang terjadi dalam suatu proses komunikasi, penulis akan mengangkat satu kasus atau isu contoh berita yang dimuat dalam Koran Tempo Rabu, 11 Oktober 2006 yang berjudul “Sunat Perempuan dan Tradisi Kanibalisme”

“ Kenangan traumatis pada diri Sarah ketika usia 9 tahun (sekarang usianya sudah 36 tahun) mengenai sunat yang dijalaninya, membuat Sarah menahan rasa sakitnya sampai berhari-hari. Akibatnya buang air kecil ditahannya karena rasa takut. Begitu menginjak bangku sekolah menengah atas, ia menemukan literatur tentang dasar hukum sunat. Ternyata tidak ada fatwa yang cukup sahih, selain alasan tradisi. Menurutnya, sunat perempuan sama dengan kanibalisme. Sehingga kini Sarah memutuskan tidak akan menyunat dan menindik dua anak perempuannya”.

Isu soal sunat perempuan mengemuka dalam lokarya bertajuk “Menggunakan HAM untuk Kesehatan Maternal (Ibu) dan Neonatal (Anak)” di Departemen Kesehatan, 22 September lalu. Pada acara itu dibeberkan kembali hasil penelitian sejumlah lembaga swadaya perempuan dan international yang disponsori Badan Kesehatan Dunia (WHO). Penelitian tentang female genital mutilation atau sunat perempuan dilakukan selama tiga tahun, Oktober 2001-Maret 2003, di sejumlah daerah, seperti Padang Pariaman, Serang, Sumenep, Kutai Kartanegara, Gorontalo, Makasar, Bone, dan Maluku.

Hasilnya menunjukkan 28 persen sunat yang dilakukan di Indonesia hanya sebagai kegiatan “simbolis”. Artinya tak ada sayatan dan goresan atau cuma tusukan sedikit saja. Sisanya 72 persen, dilakukan dengan cara-cara berbahaya, seperti sayatan, goresan, dan pemotongan sebagian ataupun seluruh ujung klitoris. Tindakan berbahaya itu 68 persen dilakukan dukun atau bidan tradisional, dan hanya 32 persen dilakukan tenaga medis.

Direktur Bina Kesehatan Ibu dan Anak pada Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Sri Hermianti, mengaku telah mengeluarkan imbauan kepada tenaga kesehatan untuk tidak melakukan medikalisasi atau tindakan memotong, mengiris, melukai, atau merusak organ genital perempuan/klitoris. Imbauan ini disampaikan melalui organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, dan Ikatan Bidan Indonesia. Medikalisasi itu sudah masuk tindakan medis yang dilarang,” ujarnya.

Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan mengungkapkan, dalam mazhab Maliki dan Hambali, khitan dianggap sebagai tindakan kemuliaan asalkan tidak berlebihan. Sedangkan mazhab Syafii, yang umumnya dirujuk masyarakat Indonesia, mewajibkan sunat perempuan. “Jadi asalkan tidak berlebihan. Jika berlebihan malah menjadi haram karena sama dengan mengebiri,“ katanya.

Sebaiknya tenaga kesehatan tidak menolak jika ada keluarga yang ingin mengkhitankan bayi perempuannya. Sebab, akan lebih berisiko jika masyarakat lari kebidan kampung yang belum tahu tata cara kebersihan dan sebagainya.

Amidhan menyarankan sunat dilakukan saat anak masih bayi dan secara simbolis. Kalau anak sudah besar atau baru masuk Islam ketika dewasa, sunat tidak perlu dilakukan, “Karena bisa menimbulkan ketakutan.”

Para Ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan untuk wanita. Ada yang menyebut sunah, seperti dipegang mazhab Hanafi, Maliki, dan hambali. Dalil yang digunakan adalah hadis Ibnu Abbas: “Khitan itu Sunah buat laki-laki dan memuliakan buat wanita” (Ahmad dan Baihaqi). Selain itu mereka berdalil bahwa khitan hukumnya sunah karena disebutkan dalam hadis sebagai bagian dari fitrah dan disejajarkan dengan isthdad (mencukur bulu kemaluan), mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.

Ibnu Qudamah dalam Al- Mughni juga menyatakan khitan tidak wajib bagi wanita. Ia merujuk sebuah hadis meski tidak sampai derajat sahih: “Sayatlah sedikit dan jangan berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan menyenangkan suami.”

Pendapat kedua mengatakan khitan hukumnya wajib baik untuk laki-laki maupun perempuan. Pendapat ini didukung oleh mazhab Syafii, dengan dalil ayat Al-Quran: “Kemudian kami wahyukan kepadamu untuk mengikuti millah Ibrahim yang lurus” (An-Nahl: 123). Juga hadis: “Potonglah rambut kufur darimu dan berkhitanlah” (As-Syafii dalam kitab Al-Umum yang aslinya dari hadis Aisyah Riwayat Muslim).

Fenomena dari kasus atau isu diatas, mempersoalkan tentang “Sunat Perempuan” yang dilarang, menimbulkan pro dan kontra dari lembaga kesehatan dan tokoh agama seperti, Direktur Bina Kesehatan Ibu dan Anak pada Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, MUI, dan Para Ulama. Akibatknya informasi tentang sunat perempuan, dilarang atau diperbolehkan menjadi suatu kekhawatiran dan ketakutan masyarakat untuk mengkhitankan anak perempuannya.

Untuk itu penulis ingin mengetahui bagaimana kaitan pesan atau informasi dari isu tentang sunat perempuan disampaikan dalam Koran Tempo? Bila, Pertama: Ditinjau dari aspek kesehatan, budaya dan agama. Kedua: Bagaimana menjaga dan mempertahankan kredibilitan sumber (credibility of source). Ketiga: Bagaiman menghadapi pengaruh negatif (resistensi) dari kredibilitas akan peran sumber. Keempat: Bagaimana kredibilitas dari media massa (dalam hal ini Koran Tempo). Kelima: Sebutkan faktor-faktor: Attitude dan kognitif dari sumber (source) sewaktu terjadi proses komunikasi. Keenam, factor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan jaringan komunikasi.

KERANGKA TEORI

PESAN ATAU INFORMASI

Informasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang esensial untuk mencapai tujuan. Melalui informasi, manusia dapat mengetahui peristiwa yang terjadi disekitarnya, memperluas cakrawala pengetahuannya, sekaligus memahami kedudukan serta peranannya dalam masyarakat.(Kuswandi, 1994: 68).

Menurut Effendy (1990: 12) pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan terdiri atas isi (the content) dan lambang (symbol). Isi pesan adalah sebagai materi atau bahan dalam pesan yang telah dipilih oleh sumber untuk mengatakan maksudnya. Isi pesan yang disampaikan meliputi informasi, kesimpulan yang ditarik dan pertimbangan yang diusulkan.

Kincaid dan Schramm (1977: 6) mengatakan unsur yang dasar dalam komunikasi adalah informasi. Peserta yang satu harus mengutarakan gagasan yang telah diciptakan harus dimanfaatkan bersama atau dibagi bersama dengan peserta lain yaitu dengan menggunakan salah satu media yang tersedia. Artinya dalam suatu proses komunikasi suatu hal yang dilakukan berpartisipasi atau berinteraksi dengan pihak-pihak lain dalam buah fikiran, perasaan atau kegiatan tertentu. Jadi saling berbagi atau menggunakan sesuatu hal yang sama secara bersama.

Proses penyampaian pikiran berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain atau perasaan berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) terjadi dalam suatu proses komunikasi.

Pendapat (Berlo, 2002: 17) tentang pesan, sebagai hasil fisik yang nyata dari sumber penyandi yaitu untuk menghasilkan tindakan atau reaksi yang diharapkan seperti: menulis, tulisan yang dihasilkan adalah pesan, berekspresi, berisyarat, gerakan lengan dan lain sebagainya.

Selanjutnya Berlo menjelaskan para wartawan mengolah pesannya dalam banyak cara. yaitu: Pertama, memilih isi pesan yang menarik untuk diketahui pembacanya. Kedua, kata-kata yang dipilih dari bahasa (kode pesan) yang mudah dimengerti pembacanya. Ketiga, menstrukturkan pernyataan-pernyataannya, informasinya, dalam suatu cara tertentu yang dianggapnya paling baik dan mempunyai makna untuk para pembacanya.

Informasi (resmi) disamakan maknanya dengan khabar atau berita yang berarti penerangan, keterangan, atau pemberitahuan. Dalam hal ini Sykes (Suhandang, 2004: 103) melihat adanya unsur-unsur laporan, peristiwa yang segar (mutakhir), dan informasi yang menarik perhatian atau baru.

Dengan demikian komponen paling penting untuk mengetahui fungsi informasi adalah berita-berita yang disajikan seperti dalam Koran Tempo tentang sunat perempuan. Fakta-fakta yang dicari oleh wartawan KoranTempo di lapangan seperti melakukan wawancara dengan beberapa nara sumber yang kompeten dan kredibel dengan masalah atau isu sunat perempuan. Kemudian dituangkan dalam tulisan yang juga tak terkecuali sebagai informasi disampaikan kepada masyarakat (khalayak).

SALURAN (MEDIA)

Kuswandi (1994: 68) mengatakan, perkembangan media massa sebagai sarana informasi di Indonesia, tidak terlepas dari jalannya pembangunan nasional di segala sektor kehidupan masyarakat. Kecenderungan misi media massa ditujukan untuk mendukung pembangunan, menempatkan media massa pada posisi terpenting dalam perumusan pola kebijakan pembangunan nasional. Dalam kerangka itulah perencanaan pembangunan tidak terlepas dari konsep perencanaan komunikasi, kehadiran media massa dalam konsep komunikasi dan informasi global menghendaki kejelasan peranan, sehingga misi media massa akan mencapai sasaran yang dituju dan jauh dari spekulasi.

Pentingnya peranan media dalam proses komunikasi disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai komunikan. Suratkabar, radio, televisi misalnya, merupakan media yang efisien dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang amat banyak. Artinya dengan menyiarkan sebuah pesan satu kali saja, sudah dapat tersebar luas kepada khalayak yang begitu banyak jumlahnya. (Effendy, 1990: 17)

Dalam berkomunikasi sumber harus memilih saluran atau media tertentu untuk menyampaikan pesannya (Berlo, 2002: 42). Dalam hal ini saluran (media) yang digunakan sumber untuk penyampaikan pesannya atau menginformasikan tentang sunat perempuan adalah melalui suratkabar Koran Tempo. Sumber memilih Koran Tempo karena suratkabar ini paling banyak dibaca orang dan harganya murah.

Adapun proses penyampaian pesan atau informasi tentang sunat perempuan ditulis melalui media.yaitu Koran Tempo. Komunikator disini adalah pengelola suratkabar Koran Tempo, wartawan, dan redasksional lainnya, yang menjadi satu lembaga, menggunakan Koran Tempo sebagai media kedua untuk menginformasikan pesan tentang sunat perempuan kepada komunikannya yang relatif jauh atau jumlahnya banyak.

NILAI INFORMASI (INFORMATIVE VALUE)

Menurut Wahyudi (1994: 32) Realita yang mengandung nilai informasi atau berita, apakah itu masih dalam bentuk topik pembicaraan, keresahan atau ketidakpastian di masyarakat (current affairs) yang ada di masyarakat, kepada masyarakat perlu diberikan informasi atau penjelasan oleh nara sumber (pakar, pejabat, saksi mata) yang relevan untuk menjelaskan masalah hangat tersebut misalnya dilakukan oleh wartawan dengan wawancara. Artinya dari hasil wawancara dengan nara sumber, kemudian wartawan menginformasikan keterangan/pendapat/realita dari nara sumber tersebut, juga menjelaskan permasalahan hangat yang mengandung nilai berita yang terjadi di masyarakat secara faktual.

Hal ini bila dikaitkan dengan isu sunat perempuan yang di muat Koran Tempo yang menjadi suatu fenomena yang hangat, menarik dan penting untuk diketahui oleh masyarakat. Apalagi yang menjadi sumber informasi adalah nara sumber seperti pakar/tokoh agama dan tenaga medis profesional dari Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.

Hal yang sama dikemukakan Rudolph (1986: 348-350) bahwa Informasi atau pesan mempunyai nilai (Informative value) yaitu: pertama, Kebaruan Informasi. Artinya informasi yang baru cepat diterima dan menarik untuk diketahui. Karena sifat baru atau kebaruan adalah sesuatu yang tidak diduga yang menarik perhatian banyak orang. Tetapi baru/kebaruan tentang suatu informasi atau kejadian akan berbeda dari satu orang ke orang lain.

Bagi kasus sunat perempuan yang disajikan di Koran Tempo misalnya, adalah informasi baru. Baru diketahui masyarakat karena baru mengetahui informasi tersebut dari Koran Tempo sehingga akan menarik perhatian orang banyak. Tetapi apabila orang sudah mengetahui informasi tersebut dari suartkabar lain, maka informasi itu sudah tidak baru lagi, sehingga kasus tersebut kurang menarik perhatian orang banyak.

Nilai informasi yang kedua, Relevansi informasi. Relevansi adalah nilai pribadi seseorang yang perlu diketahui dalam melihat informasi. Berkaitan dengan bagaimana banyaknya informasi berhubungan dengan minat dan kebutuhan khalayak.

Dalam hal ini informasi harus mempunyai nilai penting dan berguna bagi khalayak. Misalnya fenomena kasus atau isu sunat perempuan mempunyai nilai penting dan berguna bagi masyarakat yang mempunyai bayi perempuan. Kaitannya dengan kebutuhan masyarakat terutama orang tua tentang perlunya anak perempuan dikhitan asal tidak berlebihan. Masyarakat menyenangi informasi yang sesuai dengan kepentingannya, dan mereka akan tertarik untuk mengetahui dan membaca informasi tersebut dari Koran Tempo.

Sedangkan nilai informasi yang lain adalah Kreativitas. Penyajian. informasi akan bernilai tinggi bila ditulis berbeda dengan informasi yang ditulis di suratkabar lain. Data dan fakta yang lengkap dan akurat. Kata-kata disusun dengan baik, dikembangkan secara kreatif, nalar dan logis.

Disamping itu terdapat beberapa unsur nilai informasi yang saling mengisi dan terkait dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi. Menurut Santana K. (2005: 18) beberapa nilai berita atau informasi yang mendasari pelaporan antara lain: 1. Immediacy atau timelines (unsur waktu) terkait dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan. Sebuah berita atau informasi sering dinyatakan sebagai laporan dari apa yang baru saja terjadi. Bila peristiwanya terjadinya beberapa waktu lalu, hal ini namaya sejarah. 2. Proximity, yaitu khalayak akan tertarik dengan berbagai peristiwa yang terjadi di dekatnya, disekitar kehidupan sehari-harinya. Artinya proximity ialah keterdekatan peristiwa dengan pembaca dalam keseharian hidup mereka. 3. Consequence yaitu berita atau informasi yang mengubah kehidupan pembaca adalah informasi atau berita yang mengandung konsekuensi. 4. Conflict, yaitu peristiwa-peristiwa yang menginformasikan tentang perseteruan individu, antar kelompok atau antar tim. 5. Oddity, peristiwa yang tidak biasa terjadi atau sesuatu yang akan diperhatikan segera oleh masyarakat. 6. Importance, khalayak menyenangi informasi yang sesuai dengan keperntingannya. Khalayak akan akan tertarik untuk mengetahui atau membaca informasi atau berita yang ada kepentingan dengan nya. 5. size (ukuran besar atau kecil) suatu informasi atau berita selalu memikat perhatian orang banyak.

SUMBER INFORMASI (INFORMATIVE SOURCE)

Informasi bersumber dari manusia, peristiwa dan realita. Manusia sebagai sumber informasi karena manusia memiliki ide atau gagasan yang bila dinyatakan akan menjadi informasi. Manusia juga dapat menyampaikan pendapat. Peristiwa juga menjadi sumber informasi, karena peristiwa akan menghasilkan fakta. Bila fakta ini diuraikan atau dilaporkan, maka uraian atau laporan ini menjadi informasi. Dengan demikian informasi yang bersumber dari peristiwa, pendapat dan realita yang mengandung nilai berita (penting dan menarik; penting; menarik; aktual) disebut dengan berita. (Wahyudi, 994: 18).

Berita tentang sunat perempuan di Koran Tempo adalah sebagai ilustrasi yang bersumber dari fakta peristiwa dan fakta pendapat dari sumber informasi. Dalam hal ini sumber informasi adalah tenaga medis, MUI, dan tokoh agama sebagai nara sumber. Sumber tersebut dianggap tahu tentang masalah sunat perempuan. Untuk itu mereka memberikan keterangan tentang sunat perempuan berdasarkan pengetahuannya. Selain itu Koran Tempo juga sebagai sumber informasi, karena Koran tempo (Wartawan) dari suatu lembaga berperan menyampaikan informasi yang sudah diolah, di edit dan disusun dari keterangan berbagai nara sumber yang memberikan informasi tentang sunat perempuan, yang disampaikan kepada masyarakat melalui Koran Tempo.

Dengan demikian makna berita yaitu informasi yang mengandung nilai berita dan sudah disajikan melalui media massa. Dalam hal ini, isu atau kasus sunat perempuan di Koran Tempo adalah uraian fakta-fakta berupa informasi yang mengandung nilai berita (penting dan menarik; nilai penting; nilai menarik; nilai kebaruan/actual) yang disampaikan melalui Koran Tempo.

KREDIBILITAS SUMBER

Seorang sumber informasi yang dianggap kredibel apabila dapat dipercaya kebenaran dari keterangan yang diinformasikannya. Menurut Rudolph (1986: 345-346) khalayak akan yakin dan memiliki kepercayaan terhadap informasi yang disampaikan oleh sumber yang dianggap kredibel. Kredibilitas seorang sumber yang dipercaya kebenaran ucapannya bila memandang persoalan berorientasi pada kepentingan khalayak yang didukung dari hasil penelitian untuk menegaskan ide-idenya

Apalagi bila khalayak tahu seorang sumber mempunya karakteristik kredibilitas seperti: Pertama, Kecakapan. Sumber yang cakap (kompeten) adalah sumber yang berkualitas dan berkemampuan. Mengetahui suatu hal tentang persoalan adalah sumber yang lebih dipercaya oleh khalayak. Data dan fakta diungkapkan dengan jelas dan lengkap, misalnya menggambarkan sejarah riwayat kehidupannya, memaparkan ide-ide dengan bukti yang benar, melakukan perencanaan dengan hati-hati, dan lain sebagainya.

Dalam hal ini sumber yang memberikan informasi harus kredibel dan kompeten yaitu dapat dipercaya dan mengerti atau mengetahui persis persoalan/peristiwa yang sedang terjadi dan dibicarakan oleh masyarakat.

Kedua, Bertujuan. Sumber tersebut tidak mempunyai motif yang lain, hanya memberikan pernyataan dengan fakta sebagaimana adanya.Berarti sumber yang kredibel dan kompeten akan memberikan pernyataan sebagaimana adanya. Karena tujuan sumber untuk menjelaskan suatu persoalan yang terjadi di masyarakat yang diketahui, dimengerti oleh sumber.

Ketiga, Berkarakter. Sumber yang memiliki kejujuran, tekun, terpercaya, dapat diandalkan, kuat, dan setia/tabah akan lebih dipercaya dan meyakinkan khalayaknya.

Dalam hal ini seorang sumber yang memberikan informasinya tidak hanya kredibel, kompeten tapi lebih akan dipercaya khalayaknya bila berkarakter mempunyai sifat etis dan mental tersebut di atas.

Keempat, Berkepribadian. Sumber yang berkepribadian: ramah, hangat, dan perhatian akan menumbuhkan kepercayaan yang kuat dari khalayaknya. Karena karakter ini menyajikan keseluruhan dari kecenderungan emosi dan perilaku seseorang.

PEMBAHASAN

1. Ditinjau dari Aspek Kesehatan

Dari aspek kesehatan, sunat perempuan apabila dilakukan berlebihan akan mengandung resiko seperti sayatan, goresan, dan pemotongan sebagian ataupun seluruh ujung klitoris. Apalagi hal ini dilakukan oleh dukun atau bidan tradisional. Disamping itu sunat perempuan dilakukan bila anak masih bayi, karena bila sunat dilakukan ketika anak sudah besar misalnya berumur 9 tahun seperti contoh ilustrasi diatas selain berbahaya dari segi kesehatan, juga dapat mendatangkan ketakutan.

Hal tersebut dibuktikan pada sunat perempuan di kawasan Afrika yang menjadi perdebatan aktivis dan tenaga medis di Afrika tahun 1960. Di kawasan itu sunat dilakukan dengan benar-benar memotong bagian genital perempuan, sehingga sering membuat mereka kehabisan darah, mengalami infeksi, infertile, terkena penyakit pembengkakan, sakit saat melahirkan, tidak bisa mengontrol kencingnya, dan tidak bisa menikmati hubungan seksual. Bahkan dibeberapa negara tak sedikit yang mempraktekkan infibulasi, yaitu praktek memotong klitoris serta menjahit tepi-tepinya. Dengan menyisakan sedikit lubang untuk buang air dan haid. Menurut perkiraan Perserikatan Bangsa-Bangsa, sekitar 28 juta perempuan Nigeria, 24 juta perempuan Mesir, 23 juta perempuan Ethiopia, dan 12 juta perempuan Sudan dengan sangat terpaksa telah menjalani sunat ini.

Selain itu pada Konferensi Perempuan keempat di Beijing, 1995, juga akhirnya membahas secara formal isu ini. Menurut Basilica Dyah Putranti dari Center for Population and Policy Studies Universitas Gajah mada, konferensi itu menyimpulkan sunat perempuan merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan dan dapat menjadi ancaman kesehatan reproduksi.

Sedangkan di Indonesia sunat perempuan baru menjadi isu dalam lima tahuin terakhir. Dalam studi Schrieke pada 1921, sunat terjadi di Jawa, Makasar, Gorontalo, Pontianak, Lampung, Banjarmasin, Riau, Padang, Aceh Pulau Kei Ambon dan Pulau Alor, juga suku Sasak di Lombok. Sunat umumnya dilakukan secara rahasia pada usia sekitar 13 tahun, bahkan ketika anak baru lahir, atau perempuan muda yang belum menikah dan hamil. (Koran Tempo, 11 Oktober 2006)

2. Ditinjau dari Aspek Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimikiki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Terbentuk dari banyak unsur termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa dan lain sebagainya. Seperti tata cara, dalam hubungan dengan keluarga, kebiasaan, yang dilakukan dalam suatu hal yang ritual atau tata krama dan bahasa yang dipergunakan sehari-hari semuanya dipengaruhi oleh budaya. (L. Tubbs dan Moss, 2001: 237)

Perbedaan antara dua kelompok berkisar pada perbedaan yang kecil hingga perbedaan yang besar. Seperti misalnya budaya orang-orang Eropa (Inggris) dengan budaya orang Afrika (Ethiopia, Sudan, Nigeria) sedikit saja persamaannya dengan budaya Asia (Indonesia, Beijing). Misalnya orang Indonesia, umumnya masyarakanya melakukan sunat perempuan saat anak masih bayi secara simbolis (sesuai dengan tradisi masing-masing daerah dan berdasarkan agama yang diyakininya).akan sama dengan orang-orang Sudan atau Nigeria). Sedangkan dengan orang Inggris perbedaanya besar sekali, terbukti awal Januari 2003, PBB meluncurkan kampanye zero tolerance atas praktek sunat perempuan. Inggris justru telah mengeluarkan peraturan “FGM Act” yang melarang orang tua membawa anak perempuannya ke luar negeri untuk menjalani sunat. Pelanggarnya diancam hukuman 14 tahun. Menurut perkiraan para ahli, setidaknya 74 ribu wanita dari generasi pertama imigran Afrika di Inggris telah menjalani sunat.

3. Ditinjau dari Aspek Agama

Meskipun para ulama berbeda pendapat dalam menanggapi sunat perempuan, namun berdasar yaitu hukumnya sunah atau wajib. Sunat perempun hukumnya sunah didukung mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali. Dalil yang digunakan jelas berdasarkan hadis Ibnu Abbas. Kemudian sunat perempuan hukumnya wajib baik untuk laki-laki maupun perempuan di dukung mazhab Syafii, dengan dalil ayat Al- Q (An-Nahl: 123) dan hadis (As-Syafii dalam kitab Al-Umn yang aslinya dari hadis Aisyah Riwayat Muslim).

Dengan demikian bila ditinjau dari aspek agama, masyarakat yang mengetahui dan memahami dengan jelas dasar hukum sunat perempuan, tidak akan khawatir untuk menghitankan bayi perempuannya, meskipun secara simbolis karena tradisi. Hal itu tidak berbahaya secara medical (kesehatan) dan yakin secara agama (jelas/sahih dalilnya). Sunat dilakukan untuk memuliakan perempuan dan sebagai bagian dari fitrah (suci/bersih) asal tidak berlebihan. Keyakinan masyarakat akan sunat perempuan tergantung dari pemahaman mereka terhadap Quran dan Hadis. Sehingga tidak ada lagi ketakutan dan kekhawatiran orang tua untuk mengkhitankan bayi perempuannya.

Sunah atau wajib hukumnya sunat perempuan, menjadi pedoman masyarakat Islam umumnya untuk melakukan tindakan tersebut. Meskipun fenomena dari kasus atau isu sunat perempuan diatas merupakan praktek sunat pada perempuan bukan hanya monopoli umat islam. Hal itu sudah terjadi sejak zaman sebelum masehi. Misalnya penelitian antropologi mendapatkan praktek tersebut pada mumi Mesir yang justru ditemukan pada kalangan kaya dan berkuasa, bukan rakyat jelata. Ahli Antropologi, Tulis Tonag Dwi Ardyanto, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas maret, dalam situs pribadinya menduga pada zaman kuno sunat dipraktekkan untuk mencegah masuknya roh jahat melalui vagina. (Koran Tempo, 11 Oktober 2006).

Hal ini terlihat dari suirvei epidemiologi badan Kesehatan Dunia (WHO) menemukan beberapa alasan melakukan sunat perempuan, seperti identitas kesukuan, tahap menuju wanita dewasa, prasyarat sebelum menikah, serta pemahaman bahwa klitoris merupakan organ kotor, mengeluarkan sekret berbau, mencegah kesuburan, atau menimbulkan impotensi bagi pasangannya. Banyak hal medis terkait dengan alasan female genital mutilation (FGM), ini kemudian terbukti salah.

4. Menjaga dan Mempertahankan Kredibilitas Sumber

Menurut Chongkhadikij (1993: 218) Sumber itu adalah manusia yang mempunyai kedudukan untuk bercerita tentang apa yang sedang terjadi atau untuk memahami apa yang sedang berlangsung. Siapa yang mempunyai kedudukan untuk memberikan informasi yaitu pejabat penerangan, tokoh agama, tokoh masyarakat, professional dan lain sebagainya. Seseorang yang ingin memberikan informasi kepada wartawan yaitu ingin memproyeksikan diri mereka sendiri, sikap mereka, kebijaksanaan mereka, dan rencana mereka.

Keterangan orang lain yang menyaksikan atau mengalami sendiri suatu kejadian merupakan sumber informasi sebagai wakilnya yang berhadapan dengan fakta. Kesulitannya, orang yang ditanya belum tentu cukup teliti dalam mengingat fakta yang pernah dihadapinya ataupun tidak cukup jeli dalam menangkap fakta tersebut. Bisa juga orang yang diwawancarai tidak cukup mampu untuk mendeskripsikannya. Untuk itu wartawan perlu sabar mengorek ingatan sumber informasi. Bahkan kalau perlu dengan mengajukan pertanyaan berulang-ulang atau pertanyaan silang. Cara ini penting dilakukan untuk mengetahui apakah jawaban yang diberikan konsisten dengan jawaban sebelumnya. (Siregar, 1996: 46)

Berlo (2002: 33) jumlah pengetahuan sumber tentang bahan yang akan disampaikan akan mempengaruhi pesannya. Seseorang tidak dapat berkomunikasi apa yang dia tidak ketahui atau tidak akan berkomunikasi dengan efektivitas penuh bahan isi yang tidak diketahui. Sebaliknya jika sumber mengetahui terlalu banyak, detail atau khusus mungkin terjadi kesalahan sehingga menyebabkan audience tidak mengerti.

Dalam hal ini juga untuk memperoleh informasi yang lengkap dan menghindari kesalahan informasi, wartawan perlu memiliki atribut mengenai latar belakang dari nara sumber yang memberikan keterangan atau pendapatnya. Misalnya sumber tersebut itu seorang tokoh terkenal. Wartawan perlu informasi selengkapnya mengenai latar belakang dan kedudukan barang-barang yang menjadi objek realitas yang akan di informasikan atau diberitakan. Atribut yang diperoleh selalu perlu dicek ulang yang dipandang dapat memberikan fakta yang akurat. Yang penting bagaimana mendapatkan informasi itu selengkap-lengkapnya.

Dalam ilustrasi kasus atau isu sunat perempuan, sebagai sumber informasi adalah seorang professional, Direktur Bina Kesehatan Ibu dan Anak pada Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Sri Hermianti, Tokoh agama: MUI dan Para Ulama. Dengan demikian kredibilatas sumber dalam menginformasikan tentang sunat perempuan berdasarkan pengetahuannya (kompeten) dan bisa dipercaya (kredibel), Karena mereka adalah tokoh agama dan karena jabatannya, yaitu dilihat profesinya. Tetapi kompetensinya terhadap data dan fakta yang menjadi acuannya perlu di cros chek oleh wartawan, karena informasi yang disampaikan berdasarkan dari penelitian suatu lembaga.

5. Peran Kredibilitas Sumber Terhadap Kasus Resistensi

Menurut Mc Quail (2002) efek media massa ada yang terjadi tidak terencana dalam waktu cepat yaitu tindakan reaksional terhadap pemberitaan yang tiba-tiba mengagetkan masyarakat. Akibatnya tanpa disadari media, akan menimbulkan reaksi individu yang merasa dirugikan. Efek ini terlihat dari perilaku individual dengan menolak, menahan diri atau menerima. Bahkan efek emosional seperti ketakutan, pobia, dan efek melawan.

Informasi seringkali menghasilkan efek negatif, dimana peningkatan pengetahuan pada kelompok tertentu akan menjauh dan meninggalkan kelompok lainnya. Dalam hal ini information gaps akan terjadi dan terus meningkat sehingga menimbulkan jarak antara kelompok sosial yang satu dengan yang lain dalam hal pengetahuan mengenai suatu topik tertentu . (Bungin, 2006)

Dari ilustrasi kasus atau isu sunat perempuan di Koran Tempo menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Apalagi terbukti dari hasil penelitian yang mengemuka dalam lokarya bertajuk “Menggunakan HAM untuk Kesehatan Maternal (Ibu) dan Neonatal (Anak)” di Departemen Kesehatan, 22 September lalu. Masyarakat menjadi khawatir dan ketakutan untuk mengkhitankan anak perempuannya.

Dalam kasus atau isu sunat perempuan pada Koran Tempo Rabu, 11 Oktober 2006, nara sumber memberikan keterangan atau informasi dalam konteksnya yang lengkap dan akurat. Wartawan sudah menempatkan peran dari sumber informasi untuk menjaga kredibilitas dari nara sumber. Dengan demikian wartawan menempatkan informasi yang diterima dari sumber dalam konteks yang mempunyai arti. Di samping harus meneliti informasi itu, dan mengumpulkan data tambahan. Menurut Chongkhadikij (1993: 219) wartawan dengan pengetahuannya harus mampu menyajikan berita atau informasi dengan cermat, relevan, dan tidak menyimpang. Artinya wartawan dalam menginterpretasikan setiap informasi yang diterima dari sumber harus sesuai dengan apa yang dikatakan dan apa yang diucapkan nara sumber, sehingga mempunyai kesamaan makna..

Pesan media massa dapat mempengaruhi kognitif seseorang mengakibatkan khalayak berubah dalam hal pengetahuan, pandangan dan pendapat terhadap sesuatu yang diperolehnya. Dengan demikian, efek negatif dari suatu informasi tidak menurunkan kredibilitas sumber yang memberikan informasi. Karena setiap individu dalam masyarakat dengan peningkatan pengetahuannya (efek kognitif) akan mengetahui setiap informasi yang terjadi disekitarnya, apakah informasi itu bermanfaat atau tidak bagi dirinya. Sehingga masyarakat yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti, yang tadinya bingung merasa jelas.

6. Kredibilitas Media Massa

Menurut Effendy (1990: 23) Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Sebagai konsekuensi dari sifat komunikator yang melembaga itu, peranannya dalam proses komunikasi ditunjang oleh orang-orang lain, tulisan seorang wartawan suratkabar, misalnya tidak mungkin dapat dibaca khalayak apabila tidak didukung oleh pekerjaan redaktur pelaksana (managing editor, layout man, korektor, dan lain-lain).

Sedangkan pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Jadi tidak ditujukan kepada perseorangan atau kepada sekelompok orang tertentu.

Sejak reformasi bergulir di Indonesia, banyak suratkabar, majalah bermunculan. Mereka mengejar kebutuhan masyarakat akan berbagai informasi, dari yang ringan sampai uang berat. Sebuah suratkabar berbeda dari tipe publikasi lain karena kesegarannya. Karakteristik headlinenya, dan keanekaragamannya. Liputan yang menyangkut berbagai topik isu dan peristiwa ini terkait dengan kebutuhan pembaca, akan sisi menarik informasi yang ingin dibacanya dari suratkabar yang ingin dilangganinya. Walau demikian fungsi suratkabar bukan sekadar pelapor kisah-kisah humant interest dari berbagai peristiwa atau kejadian orang seorang. Asumsinya setiap orang memiliki hak untuk mengetahui segala pernak-pernik kejadian dari bekal informasi itulah setiap orang dapat turut urun-rembug berpartisipasi di dalam kehidupan masyarakat. Untuk mendapatkan kepastian informasi dan kemampuan urun rembug itu setiap orang membutuhkan wartawan suratkabar yang bertugas sebagai wakil masyarakat untuk mencari dan memberitahu tentang segala peristiwa yang terjadi yang dibutuhkan masyarakat. Pada sisi inilah mengapa wartawan memiliki hak untuk tahu pada segala informasi publik, dan diberi keleluasaan untuk mencari kemanapun informasi itu berada. Sebab wartawan bertanggung jawab pada kebutuhan masyarakat akan informasi yang ada dilingkungannya.

Disamping itu, dalam bentuknya yang independent (dalam kemandiriannya), suratkabar biasanya integral dengan perkembangan paham demokrasi disebuah masyarakat, dan tingkat keberaksaraan masyarakat. Kedua hal ini membuat suratkabar sebagai sebuah instrument penting dalam kehidupan masyarakat. Kesadaran yang terlambat akan pentingnya kebebasan pers, dan tingkat melek huruf masyarakat yang rendah, menjadi penyebabnya. (Santana K, 2005: 87)

Dengan demikian sebagai komunikator yang menangani dan menggunakan massa harus melakukan perencanaan yang matang sehingga pesan atau informasi yang disebarkan benar-benar komunikatif yakni dapat diterima oleh masyarakat.

Dari keterangan di atas jelas bahwa Koran Tempo adalah media massa yang ditujukan kepada masyarakat umum, dan pesan-pesan yang disebarkannya mengenai kepentingan umum. Artinya kasus atau isu tentang sunat perempuan disajikan oleh Koran Tempo untuk kepentingan masyarakat pada umumnya. Kepercayaan masyarakat pada Koran Tempo terbukti sampai sekarang Koran Tempo tetap eksis. Berita-berita yang disajikannya mendalam, penting, aktual dan berguna bagi pembaca. Masalah yang disajikan masalah politik, hukum, ekonomi, pendidikan, sosial, iptek, kesehatan, olah raga, dan lain-lain. Serta masalah nasional dan internasional.

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kredibilitas Sumber

Menurut Berlo (2002: 21) dalam mempengaruhi penerimanya, sumber menyandi pesan. Artinya untuk menghasilkan tindakan atau reaksi yang diharapkan ada empat jenis faktor yang mempengaruhi kredibilitas di dalam sumber yang dapat meningkatkan ketepatan agar komunikasi efektif antara lain: Pertama, keterampilan berkomunikasi, yaitu keterampilan berkomunikasi secara verbal dengan keterampilan menulis dan berbicara. Dalam hal ini jika harus menulis pesan, diperlukan suatu perbendaharaan bahasa yang cukup untuk menyatakan gagasan-gagasan kita. Dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dengan jelas, menggunakan perbendaharaan bahasa tertentu dengan menyusun kata-kata supaya efektif sehingga makna yang disampaikan menjadi jelas dan pembaca menjadi mengerti atau paham.

Kedua, Sikap sumber, artinya sikap sumber komunikasi mempengaruhi cara-cara bagaimana berkomunikasi. Misalnya sikap sumber atau wartawan perlu mempunyai sikap positif, yaitu harus yakin ketika menulis berita memiliki. bahan berita berupa data dan fakta yang bernilai berita, sehingga isi pesan yang dikomunikasikan atau disampaikannya.berlangsung secara efektif.

Ketiga, Tingkatan Pengetahuan (kognitif), artinya seberapa banyak atau jumlah pengetahuan sumber mengetahui persis persoalannya tentang bahan atau isi pesan yang akan disampaikan akan mempengaruhi pesannya. Sehingga komunikasi berlangsung efektif dan khalayak dapat mengerti.

Keempat, Posisi dalam sistim sosio kultural. Artinya, posisi, dan peranan sumber dalam suatu latar belakang sosial kebudayaan akan mempengaruhi persepsi dan gambaran (image)nya serta tingkah laku komunikasinya. Sistem sosial dan kultural dengan latar belakang kultural yang berbeda orang akan berkomunikasi berbeda pula. sebagian menentukan pemilihan kata-kata, tujuan yang dimiliki untuk berkomunikasi, pengertian atau makna yang diartikan dengan kata-kata tertentu, pemilihan untuk menentukan penerima, dan saluran yang digunakan untuk keperluan jenis pesan tertentu pula.

Dari empat factor yang mempengaruhi kredibiltas sumber diatas, factor sikap dan kognitif sumber sangat berpengaruh pada tindakan atau perilaku sumber ketika saat menduduki suatu posisi jabatan yang penting di suatu lembaga, berada ditengah-tengah masyarakat saat meresmikan /pembukaan suatu event bahkan saat sumber menyampaikan pesan atau informasinya ketika diwawancarai oleh wartawan sehubungan dengan pro dan kontra tentang sunat perempuan di masyarakat. Disini sumber harus bersikap sesuai dengan kepribadiannya, tidk punya motif lain dalam menyampaikan pesan atau informasinya kepada masyarakat. Orientasinya sumber menjaga kredibilitasnya untuk kepercayaan dan kepentingan masyarakat.

8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jaringan Komunikasi

Jaringan komunikasi menurut Rogers dan Kincaid (1987) merupakan suatu hubungan relative stabil antara dua individu atau lebih yang terlibat dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan. Schramm (1963) menyatakan bahwa jaringan komunikasi terdiri dari orang-orang yang saling berhubungan satu sama lain, saling mempengaruhi dan berbagi informasi untuk mencapai tujuan bersama. Perkembangan jaringan komunikasi dapat dipengaruhi oleh berbagai factor, antara lain factor budaya dan agama, karena perbedaan kondisi budaya dan agama masyarakat atau kelompok social akan sangat menentukan keberhasilan suatu proses komunikasi. Seperti factor budaya dalam isu sunat perempuan di Koran Tempo masyarakanya melakukan sunat perempuan saat anak masih bayi masih menganut paham bahwa tindakan itu hanya sebagai “simbolis” (sesuai dengan tradisi masing-masing daerah dan berdasarkan agama yang diyakininya).

Untuk faktor agama, seperti pada masyarakat islam jaringan komunikasi akan berkembang bila masyarakat mengetahui dan memahami dengan jelas dasar hukum sunat perempuan, tidak akan khawatir untuk menghitankan bayi perempuannya, meskipun secara simbolis karena tradisi. Namun masyarakat yang memeluk keyakian/agama lain, jaringan komunikasi tidak akan berkembang dengan baik, penyebabnya adalah pemeluk kepercayaan lain tidak mempunyai dasar hukum tetapi hanya mengetahui secara simbolis karena tradisi saja.tentang tindakan melakukan sunat terhadap anak perempuan.

Disamping itu, pada masyarakat yang tingkat pendidikannya sangat rendah jaringan komunikasi kesehatan akan sulit berkembang. Hal ini juga dipengaruhi factor social terhadap jaringan komunikasi. Diantaranya hasil Konferensi Perempuan keempat di Beijing, 1995, akhirnya membahas secara formal isu ini. menurut Basilica Dyah Putranti dari Center for Population and Policy Studies Universitas Gajah mada, sunat perempuan merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan dan dapat menjadi ancaman kesehatan reproduksi. Sunat perempuan dilakukan oleh dukun atau bidan tradisional secara berlebihan akan mengandung resiko seperti sayatan, goresan, dan pemotongan sebagian ataupun seluruh ujung klitoris.. Selain itu bila sunat dilakukan ketika anak sudah besar misalnya berumur 9 tahun, selain berbahaya dari segi kesehatan, juga dapat mendatangkan ketakutan. Akibatnya dari berbagai isu tentang sunat perempuan yang dibahas dalam suatu konferensi maupun fenomena dalam masyarakat, bila tingkat pendidikan rendah, masyarakat akan memahami sunat perempuan tersebut suatu hal yang amat menakutkan.

KESIMPULAN

Fenomena kasus atau isu sunat perempuan merupakan informasi yang menarik, penting untuk diketahui pembaca melalui media masa, misalnya KoranTempo. Isu sunat perempuan adalah informasi yang berupa pesan yang berguna dan dibutuhkan khalayak (banyak orang).

Media dalam suatu komunikasi bukan saja bersifat mutlak akan tetapi memegang peranan dalam menentukan efektifitas dan efisiensi suatu komunikasi. Dalam menyampaikan informasi diperlukan media. Koran Tempo sebagai lembaga yang mengolah semua informasi ( penting dan menarik) untuk disampaikan kepada khalayak yang membutuhkan informasi tersebut guna memuaskan rasa ingin tahu dan menambah pengetahuannya.

Nilai informasi sangat berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat dengan informasi yang di sampaikan oleh media. Semakin tinggi nilai informasi yang terkandung dalam informasi tersebut, maka informasi itu penting dan berguna bagi masyarakat. Dalam kasus atau isu sunat perempuan nilai informasinya: penting, menarik, aktual, dan berguna bagi masyarakat.

Sumber informasi adalah orang yang dipercaya untuk memberikan keterangan atau informasi yang relevan dengan permasalahan atau kejadian yang lagi hangat dibicarakan di masyarakat. Kasus atau isu sunat perempuan di Koran Tempo misalnya, menjadi pro dan kontra di masyarakat. Selain itu Koran tempo (wartawan, redaksi) dari suatu lembaga juga sebagai sumber informasi, berfungsi dan bertanggungjawab menentukan dalam memilih sumber informasinya (nara sumber) sebagai sumber yang dipercaya dan mengerti akan kasus atau isu yang menjadi perhatian di masyarakat.

Pendapat atau keterangan dari sumber infomasi yang mempunyai nilai informai; lengkap dan akurat; mengerti betul dan tahu persis terhadap masalah/isu yang disampaikan; relevan dengan konteks yang dibicarakan, apabila disampaikan kepada masyarakat akan menjadi ukuran kepercayaan dan keyakinan masyarakat terhadap sumber informasi tersebut. Selain itu kepercayaan masyarakat tidak hanya semata sumber kredibel dan kompeten?cakap (berkualitas dan berkemampuan) tetapi sumber informasi juga harus berkepribadian. Artinya sumber informasi harus mencerminkan perilaku yang baik dari setiap ucapan dan tindakannya, tegas, bersedia dikritisi, dan jujur (tidak ada motif lain kecuali untuk kebenaran dan kepentingan msyarakat).

Adapun sumber informasi yang memberikan keterangan tentang kasus atau isu sunat perempuan dii Koran Tempo tidak diragukan kredibilitasnya. Tenaga medis, MUI, Para Ulama menyampaikan informasi sunat perempuan berdasarkan pengetahuan, mengerti dan tahu betul secara medis/kesehatan, hukum/dalil wajib/sahih/sunah dari pemahaman tentang AL-Quran dan Hadis. Seperti tokoh Agama dari MUI dan Para Ulama Meskipun berbeda pendapat, masyarakat yang kritis dapat memahami tentang boleh atau tidaknya sunat perempuan itu dilakukan. Kembali kepada kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas sumber, bagaimana kepribadian sumber, jujur, amanah itu juga menjadi ukuran masyarakat untuk yakin dan percaya terhadap keterangan atau informasinya.

Ditinjau dari aspek kesehatan, budaya, dan agama sunat perempuan adalah isu yang menarik dan penting untuk diketahui masyarakat. Sumber informasi yang kompeten (cakap) mengerti dan tahu betul tentang kesehatan akan menginformasikan resiko atau bahaya sunat perempuan bila orang tua mengkhitan bayi perempuannya ke dukun, atau ke bidan tradisional. Dari aspek budaya yang erat kaitannya dengan agama, para Ulama dengan pengetahuan dan kredibilitasnya menginformasikan kepada masyarakat bahwa sunat perempuan meskipun secara simbolis sesuai dengan tradisi atau budaya sunat perempuan tidak dilarang asalkan tidak berlebihan. Sunah atau wajib hukumnya dilakukan sunat tersebut untuk bayi perempuan dasar hukum yang jelas. Masyarakat kita yang berbedaya budaya dan agama setelah mengetahui informasi tentang sunat perempuan dari Koran Tempo, dapat mengkritisi dengan pemahaman dan keyakinan mereka untuk tidak khawatir dan ketakutan dalam mengkhitankan bayi perempuannya.

Sumber yang konsisten dengan informasi yang disampaikannya dapat menjaga dan mempertahankan kredibilitasnya di masyarakat. Berarti setiap keterangan atau informasi yang disampaikannya mejadi suatu kepercayaan yang dapat dpegang oleh masyarakat. Untuk itu peran semacam ini tidak hanya tanggungjawab sumber informasi, tetapi media massa (Koran Tempo), wartawan beserta redaksionalnya harus selektif menentukan siapa yang relevan, kompeten dan kredibel yang akan menjadi sumber informasinya (nara sumber)nya. Karena bila wartawan dari suatu media tidak memiliki data atau bahan yang lengkap tentang atribut dan latar belakang sumber, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap media tersebut bahkan pembacanya beralih ke media yang lain. Hal ini sudah dilakukan Koran Tempo, menyajikan isu atau berita yang lengkap dan akurat dengan bentuk penyajian yang mendalam, jelas dan akurat siapa yang menjadi sumber informasinya. Dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap Koran Tempo dapat dterjaga , terbukti sampai saat ini Koran Tempo tetap eksis meskipun suratkabar yang lain sudah banyak bermunculan dengan informasi yang beragam.

Jaringan komunikasi berkembang atau tidak tergantung dari factor budaya dan agama. Sedangkan yang mempengaruhi kesehatan dalam sunat perempuan adalah factor social.

DAFTAR PUSTAKA

Berlo, David K, The Process of Communication An Introduction To Theory And Practice, Michigan State University, New York Chichago Sanfrancisco Atlanta Dallas.

Bungin, Burhan, Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Kencana Prenada Media Group, Jakarta: 2006.

Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya, Bandung: 1990.

Jahi, Amri, Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia ketiga: Suatu Pengantar, Gramedi, Jakarta: 1998.

Kuswandi, Wawan, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media televisi, Rineka Cipta, Jakarta: 1994.

Kincaid , D. Lawrence and Wilbur Schramm, Asas-Asas Komunikasi Antar manusia, LP3ES Bekerjasama dengan East West Communication Institute, 1977.

Lubis, Mochtar, Wartawan Asia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta: 1993.

Nurudin, Komunikasi Massa, Cespur, Yogyakarta: 2003

Suhandang, Kustadi, Pengantar Jurnalistik Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik, Yayasan Nuansa Cendekia, Bandung: 2004

Siregar, Ashadi, Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk media massa, Kanisius dan LP33 Y, Yogyakarta: 1996.

Santana K, Septiawan, Pengantar: Bambang Harymurti, Jurnalisme Kontemporer Yayasan Obor Indonesia, Jakarta: 1995.

Tubbs, Stewart and Sylvia, Moss, Stewart, Human Communication Konteks-Konteks Komunikasi, Pengantar: Deddy Mulyana, Remaja Rosdakarya, Bandung: 2001.

Verderber, Rudolph F., Communicate, Sixth Edition University of Ancinati

Sunday, April 1, 2007

EFEKTIVITAS ISI PROGRAM SIARAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, DIALOG INTERAKTIF, RUANG KALUARGA PRO 4 RRI TERHADAP KEBUTUHAN PENDENGAR

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Radio sebagai media komunikasi massa memegang peranan penting dalam penyebaran informasi kepada masyarakat. Kekhususan ciri yang dimilikinya menjadikan radio dapat menyebarkan informasi secara serentak dengan jangkauan wilayah yang luas. Berkaitan dengan peranan siaran radio dalam pembangunan, Amunugama; moses, (dalam Jahi, 1988) mengemukakan, sebagian besar pembangunan ekonomi di negara-negara yang sedang berkembang bergantung kepada keterlibatan seluruh masyarakat. Siaran radio dalam hal ini, satu-satunya cara yang paling efektif untuk mencapai mereka. Dengan program-program siarannya, radio dapat menyebarkan informasi tentang suatu inovasi dan hal-hal lainnya secara meluas sampai pelosok-pelosok yang sulit terjangkau alat transportasi. Radio melalui siarannya sekaligus dapat memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan karena merupakan syarat keberhasilan program pembangunan tersebut. Maka penyusunan program-program siaran radio haruslah disesuaikan dengan tujuan dan pelaksanaan pembangunan yang berlangsung.

Dalam pembangunan, media siaran radio biasanya digunakan untuk mengembangkan sumber daya manusia. Seperti dalam pendidikan formal maupun tidak formal digunakan untuk memecahkan masalah kuantitas, kualitas, dan kesempatan untuk mendapatkan jasa pendidikan tersebut. Radio (dengan bantuan bahan bacaan) telah digunakan di beberapa negara untuk mendidik anak-anak di sekolah yang tidak memiliki guru, yang terlatih bahkan untuk melatih para guru itu sendiri. Di samping digunakan untuk meningkatkan kualitas pengajaran (Jenkins dalam Jahi, 1982). Dalam pendidikan non formal misalnya, di Zaire, radio digunakan untuk mendidik penduduk pedesaannya memberi makan bayi baru lahir, vaksinasi anak-anak yang lebih tua, bagaimana memilih sayuran yang baik untuk makanan keluarga, dan cara-cara lain untuk menjaga kesehatan (McAnany dalam Schramm, 1971)

Radio merupakan salah satu media komunikasi massa mempunyai fungsi yang sama dengan media massa umumnya sebagai alat memberikan informasi (fungsi informatif), artinya melalui isinya seseorang dapat mengetahui, memahami sesuatu. Sebagai alat yang mendidik (fungsi edukatif), artinya isinya dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan moral seseorang. Sebagai alat menghibur (fungsi entertainment), yakni melalui isinya seseorang dapat terhibur, menyenangkan hatinya, memenuhi hobinya, mengisi waktu luangnya. (Ginting, 1996). Namun kegiatan mendengarkan radio lebih sering di dorong oleh motivasi mencari hiburan dibanding informasi dan pendidikan. Meskipun radio digunakan terutama untuk hiburan (Bogue, dalam Peigh, 1979), terbukti juga radio efektif digunakan sebagai media pendidikan (Jahi, 1988), seperti yang dilaksanakan di India dan banyak Negara dunia ketiga lainnya.

Menurut Ginting (1996) RRI Jakarta mempunyai posisi yang sangat strategis. Hal ini beralasan, sebab informasi melalui radio amat mudah dan dapat dengan cepat disampaikan, juga sifatnya lebih personal. Disamping itu jangkauan geografisnya lebih luas dibandingkan media massa lain, termasuk juga bila dibanding dengan media televisi. Di dalam jajaran media elektronik, pemilikan radio jauh lebih memasyarakat, sampai ke pelosok-pelosok pedesaan. Sehingga radio memiliki kemampuan besar untuk membentuk pendapat umum atau menghimpun opini public, sehingga radio disebut sebagai kekuatan kelima (the fifth estate)

Masalahnya adalah bagaimana RRI dalam mengemas pesan yang bersifat pendidikan, agar efektif disampaikan melalui media siaran. Sehingga dari masalah diatas menimbulkan pertanyaan, apakah topik dari isi acara RRI Jakarta mempengaruhi pendengar untuk memenuhi kebutuhannya? Apakah program acara siaran RRI Jakarta efektif dalam memenuhi kebutuhan pendengarnya yang berskala nasional?

B. Ruang Lingkup Permasalahan

Ruang lingkup permasalahan yang dibahas adalah program acara siaran pendidikan dan kebudayaan yaitu Ruang Keluarga di Pro 4 RRI Jakarta. Waktu siaran Senin sampai dengan Jumat pukul 09.00-10.00 WIB dengan format Dialog Interaktif. Acaranya berisi bahasan tentang pendidikan, sosial budaya, kesehatan, ekonomi dan konsultasi kesehatan keluarga & alternatif. Dengan demikian, penulis merumuskan judul masalah sebagai berikut: “Sejauhmana Efektivitas Program Acara Siaran Pendidikan dan Kebudayaan Ruang Keluarga, Dialog Interaktif Pro 4 RRI Jakarta Dalam Memenuhi Kebutuhan Pendengarnya?

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui efektivitas program acara siaran pendidikan dan kebudayaan Ruang Keluarga, Dialog Interaktif Pro 4 RRI Jakarta dalam memenuhi kebutuhan pendengarnya

BAB II

PROGRAM ACARA SIARAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RUANG KELUARGA DIALOG INTERAKTIF PRO 4 RRI JAKARTA

A. Acara Siaran Radio

Sejalan dengan sifat siaran radio yang memang harus memikat, maka program-program pendidikan, yang ditujukan untuk menimbulkan minat umum pada proyek-proyek pembangunan, membimbing para petani, ibu-ibu rumah tangga, anak-nank-anak sekolah, perlu disampaikan secara menarik (Moses, 1974). Karena pendengar radio selektif memilih acara, hanya acara yang menurut penilaiannya baik yang dinikmati, sementara acara yang menurutnya tidak baik akan dilewatkan begitu saja. Agar acara yang disiarkan menarik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:

1. Acara harus sesuai sasaran/segmentasinya harus jelas, artinya sasaran yang akan dituju pasti dan jelas. Hal ini penting untuk memudahkan pengelola siaran dalam mengoloh. bahan siaran. Dengan sasaran /segmentasi yang jelas maka acara tersebut akan efektif.

2. Acara harus spesifik, isi acara hendaknya membahas materi yang khusus. Hanya satu topik yang dibahas secara menyeluruh. Artinya, dalam membahas harus diperhatikan aspek yang terkait dengan bidang yang dibahas.

3. Acara harus utuh, maksudnya pembahasan materi harus terjaga, tidak keluar dari konsep yang telah ditentukan. Mulai dari pengantar, permasalahan, pembahasan, dan penyelesaian masalah secara sistematis. Pada akhirnya di bagian penyelesaian dijabarkan tentang usulan sebagai jalan keluar untuk mengembangkan topik. Dengan demikian sistematika dan kesinambungan tetap terjaga.

4. Kemasan Acara harus bervariasi, acara dikemas dalam bentuk yang bervariasi, dapat ditampilkan dalam dua bentuk yaitu dialog dan monolog. Dalam dialog dapat ditampilkan dua orang atau lebih yang memiliki warna suara berbeda. Kontras warna suara ini sangat mendukung acara karena radio merupakan media audio yang hanya mampu menstimuli indera pendengaran.Dengan warna suara yang berbeda memudahkan pendengar untuk mengenali tokoh-tokoh yang terlibat dalam dialog tersebut. Sedangkan dalam bentuk monolog penyelenggara siaran dapat membuat variasi dengan menampilkan dua orang penyiar secara bergantian menyampaikan topic bahasan. Misalnya pada bagian pengantar diisi oleh suara penyiar wanita sedangkan pada bagian permasalahan, pembahasan diisi suara pria dan pada bagian akhir ditutup dengan suara wanita.

5. waktu yang dipilih untuk penyiaran suatu acara sudah tepat. Ketepatan ini didasari pada kebiasaan mendengar dari khalayak. Dengan demikian, acara tersebut akan efektif.

6. Acara harus orisinil, penyelenggara siaran harus menyajikan acara yang benar-benar hasil kerja tim kreatif studio tersebut., bukan tiruan, dalam arti acara seperti ini pernah disajikan stasiun lain yang kemudian dimodifikasi di sana-sini sehingga tampaknya orisinil. Bukan juga acara jiplakan. Hal ini terletak dari sudut pandang bahasan, tokoh yang tampil, dan latar belakang pembahasan materi tersebut karena orisinalitas menuntut kejujuran para penyelenggara siaran radio.

7. Acara harus disajikan dengan kualitas baik, mutu teknik suatu acara ikut menentukan sukses tidaknya acara di pasar. Pendengar selalu menuntut hasil yang prima tanpa noise (gangguan). Sebab pendengar sangat mendambakan kenyamanan dalam mendengarkan suatu acara siaran.

8. Acara harus disajikan dengan bahasa sederhana, artinya bahasa yang dipakai sehari-hari atau bahasa pergaulan. Usahakan menghindari kalimat-kalimat asing, bahasa ilmiah atau kata-kata baru. Gilang (dalam Ginting, 1996)

B. Program Radio

Terselenggaranya suatu siaran harus terlebih dahulu ada kelengkapan fasilitas untuk siaran radio. Bila hal ini telah tersedia, maka selanjutnya mempersiapkan penyusunan program siaran. Program yang baik biasanya mempunyai karakter yang jelas. Program radio adalah rangkaian acara radio sepanjang hari. Program ini dikelompokkan menjadi beberapa bagian berdasarkan pembagian waktu. Misalnya program pagi hari, disiarkan pukul 06.00-09.00. Sedangkan pukul 09.00-12.00 dan pukul 12.00-15.00 masuk dalam kelompok program siang hari. Begitu selanjutnya hingga acara pukul 24.00-08.00 yang termasuk dalam kelompok program dini hari. Pembagian program ini tidak baku, penyelenggara siaran dapat mengalokasikan waktu sesuai dengan kebutuhan, misalnya hanya membagi waktu siar menjadi tiga kelompok yaitu pagi, siang, dan malam.

Acara-acara yang telah diproduksi selanjutnya didistribusikan ke program waktu untuk mengisi jam siar yang tersedia. Pendistribusian atau penempatan suatu acara lazimnya didasari oleh hasil riset mengenai kebutuhan khalayak., kemampuan khalayak dalam menyerap isi pesan, dan kebiasaan dengar mereka. Dengan demikian terkait dengan segmentasi atau sasaran yang hendak dituju oleh stasiun radio. Sebab segmentasi khalayak menjadi penting mengingat begitu banyaknya khalayak pendengar radio. Segmentasi yang jelas akan mempertajam sasaran yang hendak dituju. .

Ketajaman segmentasi menjadikan acara siaran lebih terarah. Dengan demikian, setiap acara hanya ditujukan kepada khalayak yang menjadi sasaran. Sebab pada akhirnya, khalayak hanya memperhatikan acara yang sesuai dengan kebutuhannya.Gilang (dalam Ginting, 1996)

Jadi, dapat dikatakan bahwa kebutuhan pendengar, mendengarkan informasi acara siaran tentang berbagai topik dalam siaran pendidikan dan kebudayaan ruang keluarga dialog interaktif di Pro 4 RRI Jakarta untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Bila dikaitkan dengan program acara siaran RRI Jakarta sangat beragam, yang dipilah-pilah menjadi beberapa programa. Ada radio khusus Siaran Luar negeri dengan “Suara Indonesia”, ada Programa I RRI berisi informasi untuk pendengar di propinsi DKI Jakarta usia dewasa, Programa II untuk segmen pendengar remaja dan pemuda di Jakarta, Programa III khusus berita dan informasi nasional, dan programa IV adalah pendidikan dan kebudayaan yang berskala nasional.

Menurut Wirda Abdullah, Bagian Bidang Perencana Siaran RRI Jakarta dan sekaligus Penyusun Pola Siaran Ruang Keluarga, tujuan acara ini untuk memberikan informasi dan solusi yang bersifat mendidik dengan tujuan pendengar memperoleh pengetahuan terhadap hal-hal yang menyangkut permasalahan keluarga. Seperti bahasan tentang pendidikan, sosial budaya, kesehatan dan lain-lain. Contohnya masalah kesehatan tentang penyakit Aids, infeksi flu burung, atau masalah pendidikan tentang Hardiknas, tentang mutu pendidikan, guru demo dan muridnya tawuran, dan sebagainya. Dalam acara siaran yang berskala nasional ini pendengarnya tidak hanya dari Jakarta tetapi juga dari luar Jakarta, yang terlibat langsung (secara interaktif) berdialog dengan nara sumber melalui telepon atau sms.

C. Format Program Siaran Radio

Di Indonesia saat ini sudah terdapat ribuan stasiun radio swasta yang mengudara secara regional dan beberapa stasiun radio nasional yang dapat diperdengarkan ke seluruh tanah air. Ini membuat persaingan di dunia radio semakin ketat, akibatnya banyak bermunculan program-program baru dengan format acara yang khas di radio. Dengan radio, program-program yang bertujuan mendidik masyarakat tidak lagi bersifat satu arah dari penyiar ke khalayak saja, tetapi menjadi dua arah. Khalayak perlu dilibatkan dalam suatu dialog untuk mengetahui apa yang mereka butuhkan dan bagaimana membantu mereka memenuhi kebutuhan tersebut

Sejak RRI menjadi perusahaan jawatan (perjan), dalam perkembangannya saat ini, sebagai media siaran RRI Jakarta banyak mengalami perubahan dalam program acara siarannya. Melalui Pro 4-nya acara siaran pendidikan dan kebudayaan ruang keluarga dialog interaktif yang berskala nasional yang membahas topik tentang informasi yang menarik, untuk kepentingan masyarakat, bahkan merupakan suatu proram yang bersifat pendidikan.

Kaitannya dengan format acara siaran pendidikan dan kebudayaan ruang keluarga Pro 4 RRI Jakarta adalah dialog interaktif. Brandt, Sasono, dan Gunawan (2001) menjelaskan dialog interaktif atau talk show yaitu melibatkan interaksi antara pembawa acara atau presenter (dengan atau tanpa dilengkapi kehadiran pembicara yang diundang dari luar) di studio, dengan pendengar di luar studio (dalam beberapa kejadian, pendengar bisa juga diundang hadir di studio). Sifatnya sarat dengan muatan dialog ini. Mengenai topik sebuah talk show, Stokink (1997) mengatakan haruslah disiarkan sebuah masalah yang menjadi keprihatinan atau diminati masyarakat.

D. Tujuan dan Sasaran

Secara umum bertujuan untuk mengetahui efektivitas program acara siaran pendidikan dan kebudayaan ruang keluarga dialog interaktif di Pro 4 RRI Jakarta dalam memenuhi kebutuhan pendengarnya. Sedangkan sasaran yang hendak dicapai Pro 4 RRI Jakarta agar program acara siaran tersebut efektif adalah:

1. RRI dengan status barunya sebagai perusahaan Jawatan (Perjan) dalam hal penajaman segmentasi berusaha mengubah pendekatan broadcasting menjadi narrowcasting dengan menjangkau pendengar yang lebih khusus.

2. RRI dalam persaingannya meraih pendengar dengan radio-radio swasta, dikarenakan kebanyakan siaran-siarannya berbentuk penyampaian pesan bukannya mengkomunikasikan pesan. Seyogyanya sebuah stasiun (para pemilik dan pengelolanya) harus melihat, apa yang diinginkan oleh masyarakat dan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat (wants dan needs).

3. RRI berusaha memiliki karakteristik yang khas, dan manajemen yang tertata rapi.

4. Pro 4 RRI Jakarta berusaha memberikan program siaran agar disenangi masyarakat. Menurut Terry D. Peigh dkk (1979) untuk memproduksi program siaran radio yang efektif haruslah didahului dengan studi mendetail tentang khalayak sasaran.

BAB III

ANALISIS PERMASALAHAN EFEKTIVITAS PROGRAM ACARA SIARAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DALAM MEMENUHI

KEBUTUHAN PENDENGARNYA

Isi program siaran, terutama yang berkaitan dengan informasi pembangunan haruslah sepadan dengan kebutuhan khalayak yang dirasakan. Di mana pelayanan yang diperlukan khalayak untuk memenuhi anjuran-anjuran yang disiarkan melalui radio dapat diperoleh di lokasi yang dekat dengan tempat tinggal. Artinya, siaran yang menganjurkan masyarakat agar mempraktekkan cara-cara keluarga berencana dan memvaksinasi anak-anak mereka, misalnya tidak akan efektif, kecuali bila mereka dapat memperoleh pelayan kesehatan itu di desanya. Efektif tidaknya suatu pesan tergantung juga pada kemampuan programmer dalam menggunakan tiga unsur pesan dengan baik yaitu : Pertama, efek suara, berguna untuk mendorong pendengar untuk bereaksi. Kedua, musik yang berguna menciptakan suasana yang membangkitkan emosi. Ketiga, kata-kata untuk menciptakan kesan dialog dengan para pendengar. (Meinenda, 1981)

Peigh (1979) menganjurkan, untuk membuat program dan memproduksi siaran radio yang efektif, seperti membuat program pendidikan hendaklah dirancang berdasarkan studi yang mendalam tentang khalayak sasaran. Hanya melalui seleksi dan analisis yang ketat terhadap sasaran, seseorang programmer dapat menggunakan media radio secara maksimum untuk pembangunan sosial suatu daerah. Artinya, sebelum sebuah program disusun atau diproduksi, yang pertama harus diketahui adalah bagaimana sebenarnya khalayak yang dituju. Dengan demikian apa yang akan disampaikan dan bagaimana cara penyampaiannya melalui radio juga harus sesuai dengan khalayak sasaran. Sebab, kata Munandar (1982), khalayak akan menolak pesan yang tidak sesuai dengan pengalaman, pengetahuan, sikap, kebutuhan, dan nilai-nilai mereka. Namun, jika pesan disusun dan disampaikan dengan berorentasi pada khalayak sasaran, bisa diharapkan tujuan komunikasi akan tercapai.

Melalui Radio, program-program yang bertujuan mendidik masyarakat tidak lagi bersifat satu arah dari penyiar ke khalayak, tetapi menjadi dua arah. Artinya khalayak dilibatkan dalam suatu dialog untuk mengetahui apa yang mereka butuhkan dan bagaimana membantu mereka memenuhi kebutuhan tersebut (Banerjee, 1978; Moses, 1974; Rajasundaram, 1981)

Bila dikaitkan dengan permasalahan, kebutuhan pendengar Pro 4 RRI Jakarta, mendengarkan siaran pendidikan dan kebudayaan tentang berbagai topik, adalah untuk memenuhi kebutuhannya tentang ruang keluarga berupa informasi pendidikan selama berapa menit atau berapa jam setiap harinya, mulai Senin sampai dengan Jumat setiap pukul 09.00-10.00 WIB. Pendengar Pro 4 RRI Jakarta adalah pendengar yang berada di Jakarta maupun diluar Jakarta yang menghubungi langsung RRI lewat telepon dan sms. Format yang disajika dalam bentuk dialog interaktif. Pendengar Pro 4 RRI Jakarta, melalui pengarah acara dapat langsung menanyakan permasalahan yang dibahas nara sumber tentang topik dari masalah hangat yang sedang dibicarakan. Seperti membahas tentang pendidikan, sosial budaya, kesehatan, ekonomi dan konsultasi.kesehatan keluarga & alternatif.

Dengan demikian pendengar Pro 4 RRI Jakarta dilibatkan dalam suatu dialog langsung secara interaktif lewat telepon atau sms dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan dan mencari solusi bersama yang saling menguntungkan. Dalam hal ini pendengar mempeoleh kepuasaan, karena apa yang dicari seperti informasi tentang pendidikan dan sebagainya terpenuhi dari nara sumber (seorang tokoh/ahli/pakar) yang profesional dalam bidang masalah yang dikajinya.

BAB IV

PEMECAHAN MASALAH

EFEKTIVITAS SIARAN ACARA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RUANG KELUARGA, DIALOG INTERAKTIF PRO 4 RRI JAKARTA

DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN PENDENGARNYA

Kesulitan yang dihadapi RRI, yang memiliki area pancaran terbesar, dalam persaingannya meraih pendengar ataupun pemirsa dengan radio-radio swasta antara lain dikarenakan kebanyakan siaran-siarannya berbentuk penyampaian pesan bukannya mengkomunikasikan pesan. Seyogyanya sebuah stasiun (para pemilik dan pengelolanya) harus melihat, apa yang diinginkan oleh masyarakat dan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat (wants dan needs). Barulah setelah itu kita berpikir dengan cara apa dan bagaimana kita harus berkomunikasi dengan mereka (process)..

Salah satu kendala yang dihadapi untuk mengkomunikasikan pesan adalah keanekaragaman masyarakat Indonesia yang sangat besar heterogenitasnya. Karena itu untuk dapat berkomunikasi yang efektif mau tidak mau harus dilakukan pengelompokan untuk setidak-tidaknya dapat ditemukan homogenitasnya. Ini yang disebut segmentasi (segmentation) yang dapat dilakukan dari berbagai sudut pandang, seperti geographics- demoggrafis-sosio ekonomis-psychografis- perilaku bahkan sampai ke individual. Hasil segmentasi inilah yang akan menjadi dasar bagi penentuan format radio.

Untuk itu kata (Tubbs dan Moss 2000), komunikasi akan efektif apabila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Karena dengan efektivitas (Mulyana, 1996).dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Artinya komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima.

Dengan demikian ada hal-hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan peranan radio dalam pembangunan yaitu: (1) Waktu siaran. Pemilihan waktu siaran hendaknya sesuai dengan waktu luang yang dimiliki khalayak yang dituju. (2) Pesan-pesan pembangunan. Pengelompokkan program radio menjadi pembicaraan, drama, musik, berita, dan sebagainya seharusnya tidak mengurangi penggunaan radio untuk pembangunan dan kesejahteraan. Pesan-pesan pembangunan dapat disisipkan dengan mudah dalam seluruh program, bila program-program itu dianggap mendidik, (3) Lokalisasi pesan dan program. Lokalisasi pesan-pesan dan program sangat penting terutama di daerah yang terdapat perbedaan sosial dan kultural yang besar (Lozare, 1981)

Guna mengetahui sejauhmana acara-acara yang telah disiarkan mencapai tujuan, Evaluasi adalah hal yang penting dilakukan yaitu untuk menghindari kesalahan yang berkepanjangan, dan untuk meminimalkan kesalahan. Setelah suatu acara disiarkan tidak berarti selesai sampai disitu. ,Hal ini dapat dilakukan misalnya tiga atau enam bulan setelah acara disiarkan.

Hasil riset audiens yang digelar Lembaga Penelitian Komunikasi Universitas Indonesia (UI) (Sudibyo, 2004) menunjukkan RRI merupakan salah satu radio yang paling bagus ditangkap siarannya oleh public. Hal ini karena keunggulan komparatif seperti antena pemancar, stasiun relay dan infrastruktur lain yang tersebar di daerah. Di samping juga karena muatan siaran RRI yang notabene masih mencerminkan situasi dan kondisi lokal. RRI tetap teguh dengan warna lokal dengan muatan lokal macam siaran kesenian dan kebudayaan daerah seperti ketoprak, wayang kulit, wayang golek, ludruk, dan lain-lain, bahkan siaran khusus yang berkait dengan khazanah pertanian, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi kerakyatan.

Tetapi survei radio yang dilakukan Unesco di 110 negara tahun 1971 misalnya, menunjukkan bahwa jumlah jam siaran program pendidikan setiap minggu kurang dari 3 persen dari seluruh waktu siaran radio. Waktu yang disediakan untuk siaran musik popular, drama, dan berita 40 kali lebih banyak daripada untuk siaran pendidikan (Schramm, 1977)

RI secara resmi didirikan pada tanggal 11 September 1945 sebagai radio perjuangan. Dari tahun ke tahun radio ini mengalami perubahan, baik program acaranya maupun status. Pada era reformasi RRI berubah menjadi lembaga penyiaran public yang independent, netral dan mandiri serta senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Seiring perkembangan masyarakat dan teknologi, saat ini RRI mempunyai 59 stasiun penyiaran di Indonesia

Kini dalam hal penajaman segmen, RRI dengan status barunya sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan) berbagai acara tidak lagi diproduksi dalam satu program, melainkan dipecah dalam beberapa program yang lebih fokus untuk khalayak pendengar yang lebih khusus. Diantaranya program 4 tentang siaran pendidikan dan kebudayaan yaitu ruang keluarga dengan format dialog interaktif. Acaranya berisi bahasan tentang pendidikan, social budaya, kesehatan, ekonomi, dan konsultai kesehatan keluarga & alternatif.

.

KESIMPULAN

Pro 4 RRI Jakarta mempunyai program acara siaran pendidikan dan kebudayaan ruang keluarga, dialog interaktif yaitu bentuk talk show dengan wawancara santai dan kadang-kadang diselingi musik. Dengan menghadirkan nara sumber, pengarah acara/pewawancara, dan penganalisis. Artinya khalayak pendengar dilibatkan dalam suatu dialog langsung yang bersifat dua arah (komunikasi interaktif).

Kini RRI dengan status barunya sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan) mempunyai programmer yang mampu menyusun dan memproduksi acara siaran pendidikan dan kebudayaan ruang keluarga, Pro 4 RRI Jakarta sesuai dengan khalayak pendengar yang dituju. Sehingga dengan program acara yang sesuai dengan sasaran yang jelas, waktu siaran yang tepat dan menggunakan pesan dengan kata-kata yang tepat, mengena dan mudah dimengerti. Seperti efek suara, yang berguna untuk mendorong pendengar untuk bereaksi. Musik yang berguna menciptakan suasana yang membangkitkan emosi. Kata-kata untuk menciptakan kesan dialog dengan para pendengar.

Maka program acara yang disampaikan Pro 4 RRI Jakarta melalui penyiaran program acara pendidikan dan kebudayan ruang keluarga, dialog interaktif yang bersifat pendidikan, adalah efektif. Dengan demikian kebutuhan pendengar Jakarta dan di luar Jakarta terpenuhi akan informasi yang diperolehnya dari Pro 4 RRI Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Brandt, Torben, Erik Sasono, dan Arya Gunawan, Jurnalisme Radio Sebuah Panduan Praktis, Unesco, Jakarta: 2001.

Jahi, Amri, Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia ketiga: Suatu Pengantar, Gramedia, Jakarta: 1998.

Littlejohn, Stephen. W, Theories of Human Communication, Komunikasi Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, Bandung: 1996.

Munthe, Moeryanto Ginting, Media Komunikasi Radio, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta: 1996.

Sudibyo, Agus, Ekonomi Politik Media Penyiaran, LKiS Yogyakarta bekerjasama dengan ISAI Jakarta: 2004.